VISI : “ TERWUJUDNYA GENERASI CERDAS, BERILMU, DAN BERAKHLAKUL KARIMAH”

Jumat, 27 November 2015

Guru, Profesi dengan Risiko Tinggi

Oleh Dr. Manpan Drajat, M.Ag., Dosen UIN SGD Bandung DPK STAI DR.KH.EZ. Muttaqien Purwakarta, Ketua STAI DR.KH.EZ.Muttaqien Purwakarta
MUNGKIN ada sebagian orang beranggapan bahwa jadi guru itu gampang, asal sedikit menguasai materi, bisa ngomong di depan anak, jadi deh guru. Pernyataan ini tidak semuanya salah, karena mungkin dahulu ketika sekolah mudah didirikan baik sekolah suasata apalagi sekolah negeri karena memang rasio jumlah penduduk dengan jumlah sekolah tidak seimbang, sementara sumber daya manusianya terbatas.
Maka siapapun yang berminat dapat dengan mudah menjadi guru. Bahkan di beberapa wilayah terpencil di Indonesia masih ditemukan lulusan SMA mengajar SMP, Lulusan SMP mengajar SD. Demikian pula pada masa sebelum ada
trend adanya sertifikasi guru, masyarakat menganggap bahwa menjadi guru tidak menjanjian masa depan yang cerah. Sebagian orang menjadikan profesi guru sebagagai pilihan profesi terakhir.
Faktanya tidak demikian, bahwa mejadi guru yang sesungguhnya adalah tidak mudah, dan penuh risiko. Saya sering katakan kepada mahasiswa saya, bahwa ketika Anda mengajar di kelas, sebenarnya Anda sedang mempertaruhkan masa depan anak-anak Anda. Jika Anda mengajar dengan baik dan benar, sama dengan Anda sedang mempersiapkan masa depan yang baik bagi anak didik Anda, begitupun sebaliknya. Jika Anda mengajar tidak baik dan tidak benar, sama dengan Anda mempersiapkan masa depan yang suram bagi anak didik Anda.
Masih ingat kisah Prof. Dr. Yohanes Surya di sebuah stasion tv suasta bercerita ketika ia dikritik temannya, ia bisa melahirkan juara-juara olimpiade karena memilih bibit-bibit dari anak-anak pintar dan sekolah-sekolah paforit. Untuk menjawab kritikan itu ia meminta ke Gubernur Papu 300 siswa yang dianggap “bodoh” di sekolah-sekolah Papua. Maka ia bawa 300 siswa dari Papua untuk belajar di sekolah yang ia kelola di Jakarta. Dari 300 anak tersebut betul-betul bukan anak yang berprestasi di sekolahnya bahkan ada yang tidak naik kelas dua sampai tiga tahun. Apa yang terjadi setelah beberapa tahun kemudian belajar dengan guru-guru di sekolah beliau, banyak dari mereka memperoleh mendali emas dalam olimpiade nasional mapun internasional.
Dari kisah di atas kita bisa menarik kesimpulan, tidak ada anak bodoh yang lahir ke bumi ini, setiap anak baik di Amerika maupun di Papua lahir dengan lebih dari 100 miliar sel otak sebagai potensi kecerdasan yang Alloh berikan kepada umat manusia. Bahasa kasarnya, apakah siswa bertemu dengan guru yang baik dan benar atau tidak dalam mengajar. Guru di sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mebangun kecerdasan anak.
Ternyata jadi guru tidak semudah yang dibayangkan, tidak cukup seorang guru hanya berbekal penguasaan materi, metode dan pendekatan pembelajaran tidak kalah penting dari materi sendiri. Seorang bijak mengatakan bahwa
aththoriqoh ahammu minal maddah
metode lebih penting dari materi itu sendiri. Seberapa banyak materi yang dikuasai jika tidak memiliki metode dan pendekatan pembelajaran yang baik tentu tidak akan bisa mencapai hasil yang optimal.
Oleh karena itulah kuliah-kuliah pendidikan sebagian besar mata kuliah diarahkan pada penguasaan metodologi. Saatnya kita merenungkan kembali apakah kita akan atau telah menjadi guru yang memberikan harapan yang cerah bagi anak-anak kita? []

0 komentar:

Posting Komentar

Senyum adalah ibadah,
komentar, masukan, dan kritikan tuk kemajuan madrasah, insyaallah juga adalah ibadah.

luangkan waktu untuk mengisi komentar di bawah ini,
trimakasih :

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More